Apa sebetulnya yang kita cari saat menyimak sajian musik dari sebuah sistem high end audio itu? Jika pertanyaan ini kita ajukan ke Ari, akan ada dua kata yang dia sebutkan. Satu, musikalitas. Dua, emosi. Inilah yang membuatnya lebih asyik berlama lama di depan speaker Tannoy-nya yang berada di ruang musiknya, ketimbang speaker Apogee tipe Diva yang ada di ruang lain disebelahnya.
Ari telah lama bermain audio dan sempat berhenti selama 10 tahun. Tetapi sejak beberapa tahun lalu, kembali main audio. Kami berkunjung ke rumah Ari di sebuah kawasan di Semarang, dan mendengar musik di dua ruang berbeda. Di ruang dengar yang luasnya sekitar 12 x 8 meter, apa yang diperlihatkan oleh Tannoy beserta satu ‘tim’ pendukungnya, sejauh pengamatan kami memang memperlihatkan musikalitas yang baik. Dan ‘salute’ buat Ari, yang walaupun bukan seorang audiophile, dapat dengan mudahnya menikmati kemusikalitasan dari sistemnya.
“Saya kembali main audio karena keinginan sendiri. Tak ada yang istilahnya ngeracuni. Tetapi saya tak ingin main audio dengan ngawur. Ada lho teman saya yang main audio gede gede, tetapi mainnya ngawur. Dia pakai turntable yang mahal tetapi suaranya tidak karuan. Salah semua. Kabel apalagi. Akhirnya dijual semua . termasuk ph nya juga jarumnya yang mahal”kata Ari sambil mengatakan alasan mengapa dahulu dia lepas bermain audio, karena mainnya ngawur.
Musikal dan emosi. Dua hal yang bisa saja terpisah, tetapi bisa saja mengandung satu arti, karena emosi merupakan salah satu (prasyarat) untuk sebuah sajian musik, sebelum akhirnya pantas mendapat sebutan sebagai sistem yang tampil musikal. Dalam obrolan panjangnya dengan kami, terlihat bahwa Ari tak begitu perduli apakah emosi merupakan bagian dari musikal itu sendiri. Dia juga tak terlalu memperdulikan hal hal lain, seperti tonal balance, depth, separasi, lebih dari dua hal diatas. Inilah ciri ciri seorang music lover. Dan Ari setuju saja ketika kami menyebutnya demikian, walau dia mengatakan bahwa hal hal lainnya juga dia lihat. Di sistemnya ini, dia suka akan karakternya yang bulat, solid dan transparan serta panggungnya yang lebar. Dia sendiri suka sekali akan mid yang open.
Beberapa lagu koleksinya yang rata rata lagu rekaman lama, memang hafalannya Ari. Sebut saja misalnya Linda Ronstadt. Di beberapa album yang diputarnya, dia hafal betul ketika kami berikan sebuah alat untuk keakustikan ruang, ternyata lagu yang awalnya punya tingkat emosi tinggi,dia rasakan jadi kurang terlihat. Dalam satu pemutaran album yang kebanyakan vokal misalnya, dia akan dengan mudah melihat apakah sang vokalis berlantun dengan menyertakan hatinya dan perasaannya.
Memang, high end audio bisa dijelaskan sebagai sebuah ‘passion’ atau nafsu untuk menikmati musik dan ingin melihat seberapa bagus musik itu direproduksi oleh sistem musik. Apa saja yang menjadi tujuan dari kita menikmati high end audio adalah bagaimana kualitasnya dan bagaimana musik itu dapat membuat kita terlena. Kita bisa merasakan kenikmatan dari apa yang disajikan alat. Sistem audio pun dituntut untuk bisa tampil dengan sangat netral, membawakan emosi dalam musik.
Rudi Gunawan yang kebetulan datang ke rumah Ari, mengatakan bahwa Ari suka karakter suara yang ada hawanya. Tak perduli kotor atau tidak. Bahkan suara yang terlalu bersih, justru dia kurang suka.
Kami sempat mengujicoba alat EAR (Electronic Acoustic Resonator) di ruang ini dan dengan pemakaian alat ini, suara background rekaman jadi lebih terasa, separasi lebih rapi, panggung lebih lebar dan open. Tetapi menurut Ari, emosinya agak terasa lebih berkurang. Rudi Gunawan berpendapat, secara nalar dan pendengaran, EAR ini berfungsi. Fungsinya membersihkan standing wave.
“Terasa sekali rolling-rollingnya terasa hilang. Minusnya menurut saya yang memang belum tentu benar, hal pertama yang terlihat adalah, musik jadi bersih. Yang dicari, vokal itu lower mid bersih jadinya. Suara kesannya langsung bersih karena lower mid yang kotor tadi bersih. Tetapi justru suara yang agak kotor ini yang Ari suka. Begitu hilang mid, dia langsung tipis”kata Rudi. EAR ini dibuat untuk menala akustik ruangan. Membangkitkan elektro magnit untuk menghilangkan standing wave di satu ruangan. Alatnya ditaruh dipojok pojok ruangan.Untuk menghilangkan panjang frekuensi standing wave yang mengganggu. Dan alat ini sejauh yang kami rasakan memang alat resonansi yang dapat membuat ‘yang butek’ menjadi bening.
Jelas memang bahwa Ari ingin agar tebal hawa dan emosinya bisa keluar. Dia suka mencari karakter dimana jiwa dari musik itu haruslah keluar. Dan musikalitas memang sesuatu yang dicari cari pehobi audio. Dengan musikalitaslah sang empunya sistem dapat betah menikmati musik berjam jam di ruang audionya.