Beberapa kali sudah kami bertandang ke ruang ruang audio pribadi di rumah. Dan hampir di setiap kunjungan, ada saja kendala akustik ruang yang membuat kenikmatan mendengar itu kurang maksimal. Sebagian besar karena bassnya seakan liar. Tembem dan berekor. Tidak terasa ajek atau solid. Menemukan definisi yang jelas saja susah. Dan pernah suatu kali kami sampai berkesimpulan, bahwa penyakit akustik ruang ini intinya diseputar reverbnya yang tidak ideal.
Memang, setiap ruang audio yang kami temui itu punya keunikan masing masing. Tetapi nyatanya, masalah akustik ini menjadi salah satu point penilaian kami dalam tiap kunjungan.
Mengapa sampai cukup rumit juga mengatasi masalah reverberation ini? Ada ruangan yang karena reverb tak ideal ini bassnya jadi tumpul. Sementara di ruang lain, bassnya jadi berekor. Nah, jangan jangan hal ini juga ada di ruangan audio anda, seperti juga pernah kami temukan di ruang dengar Boy Alimoeddin di Jakarta.
Kami diundang Boy untuk bersama Handy Widjaya melihat bagaimana akustik ruangannya. Dia menemukan bahwa ruangan ini bermasalah di akustik ruangan, sehingga banyak rekaman bagus didengarnya kurang maksimal, padahal sistemnya termasuk system berkelas dan dikenal punya kualitas baik. Apalagi yang patut menjadi tersangkanya kalau bukan ruangan. Dan memang, ketika pertama masuk dan mendengar satu dua rekaman yang diperdengarkan, kesan reverb yang belum ideal terasa sekali di telinga kami.
Handy Widjaya pun mengakui hal ini. Handy adalah Owner dari ESA Audio. Kedatangannya ke rumah Boy juga sebagai juga merupakan tindak lanjut dari seminar tentang akustik ruangan yang dibawakannya saat IHEAC Audio Video Show 2019 lalu, dimana ada session demo tentang pengaruh bahan akustik di ruangan – tidak sempat terlaksana berhubung waktu seminar yang terbatas. Maka dia pun mendemokannya di ruang Boy. Hadir juga saat itu rekan Handy di ESA, yakni Hardy Nanda.
Apa yang dilakukan Handy dan Hardy cukup menarik, diantaranya dengan meletakkan elemen/panel akustik dan mengajak mereka yang datang saat itu (Danny Chairil), lalu beberapa pehobi audio lain yang kebetulan juga dalam kesempatan yang sama atau terpisah, bertandang ke ruang audio ini. Mereka datang untuk melihat beda tampilan suaranya, dan Handy tahu persis mereka yang hadir ini adalah tokoh tokoh dengan kemampuan dengar sangat baik. Handy pun melakukan sejumlah pengukuran, juga menunjukkan cara untuk mengukur suara, seperti terlihat di foto foto di bawah ini.
Keasyikan di atas tentu merupakan keasyikan tersendiri. Kini, kembali mari melihat bagaimana kondisi akustik ruangan music Boy. Dalam pengamatan kami, Handy berupaya agar akustik ruangan itu bisa di-improve untuk lebih akurat, lebih transparan dan lebih jujur. Handy sempat mengatakan bahwa dia tidak menggunakan istilah : akustik ruangan yang benar membuat suara lebih baik. Mengapa? Karena kalimat ini bisa salah intepretasi. Akustik ruangan yang benar, hanya menampilkan system audio apa adanya secara lebih akurat. Jika perangkat audio tersebut ada yang salah setting sehingga image vocal sangat lebar, maka akan kentara sekali, bukan berari vocalnya akan menjadi focus. Sempat kami berpikir alasannya, karena ini juga tergantung dengan bagaimana performa system dan settingannya. Jangan sampai hanya ruangan yang dipersalahkan, walaupun misalnya ruangan itu sudah ideal.
Seperti dikatakannya, dia hanya ingin membuat ruangan ini tampil apa adanya, yakni jujur, akurat, dan transparan tadi. Jika sudah demikian, maka pemilik ruang bisa melihat juga performance asli perangkat dan settingannya seperti apa. Semua yang terlibat di system itu jadi punya keleluasaan untuk bisa bersuara apa adanya. Apakah itu kemudian sesuai dengan apa yang menjadi ekspektasi pemilik ruangan, itu soal lain lagi.
Kami mengamati, dari beberapa album CD yang coba diputarkan (wah, kami lupa catat, saking terlanjur berkonsentrasi dengar). Yang kami ingat, beberapa lagu detilnya seperti hilang atau samar samar tampil, khususnya di frekuensi tinggi. Ya, ruang ini kami yakin terlalu menyerap di frekuensi tinggi. Handy setuju, sambil menambahkan bahwa dia melihat ada mode ruang (room mode) yang mengganggu, sehingga respon suara di titik sweet spot itu terasakan ada bass yang hilang, sementara di titik lain – ada bass yang berkelebihan.
Itulah salah satu hipotesa yang kami dengar langsung dari Handy. Ada lagi hal hal lain yang dia jumpai. Dan pada akhirnya, keluarlah beberapa alat ukur, untuk sekedar membuktikan hipotesa atau dugaan tadi. Kami lihat Hardy dan Handy mengukur beberapa hal seperti tentang respon suara bass di beberapa titik. Kami memang tidak mendapatkan hasil pengukuran karena keburu harus pergi ke satu acara lain. Ketika beberapa hari kemudian bertemu, saya tanyakan bagaimana hasil ukurnya. Menurut Handy, terlihatlah betapa reverb di ruang ini terlalu pendek, khususnya di frekuensi tinggi. Bagaimana dengan respon suara bass di beberapa titik? Menurutnya, terlihat ada perbedaan yang cukup jomplang. Antara tiitik sweet spot dengan di kiri dan kanannya.
Mengamati akustik ruang ini, memang ada kesan unsur serapnya banyak sekali. Ini membuat tingkat reverb-nya pendek. Tak heran kemudian, Handy terlihat mencopot beberapa panel akustik seperti panel absorber dengan kadar serap tinggi – untuk mengurangi penyerapan di frekuensi tinggi ini.
Cara kedua yang dilakukan Handy adalah dengan mengurangi efek room modenya. Sayangnya, saat itu tak tersedia panel bass trap. Maka mau tak mau, dia pun mensiasatinya dengan memakai diffuser untuk menghandle atau mengimprove room modenya ini.
Dan itu pun ternyata belum cukup. Di langkah ketiganya, Handy memasang diffuser untuk tujuan meningkatkan clarity, staging dan layering. Dengan langkah langkah ini, maka dia sudah menaikkan reverb timenya. Jadi kalau mau disebutkan, kami melihat ada tiga langkah yang dilakukannya, yakni :
- Menaikkan sedikit reverb time di frekuensi tinggi, sekitar 0.1 sd 0.1.5 detik
- room modenya dia kurangi. Maka, bass yang terlalu booming tadi, diturunkan. Bass yang tampil kurang kuat atau kurang muncul, dia adakan, walau tentu saja tidak bisa ideal.
- staging layering boundary daripada image suara itu dia perbaiki
Bagaimana hasilnya? Terus terang, kami sendiri hingga tulisan ini dibuat, belum lagi main ke ruang Boy. Dan begitu kami tanyakan ke Handy, bagaimana kesan suaranya kini, dia menolak menjawab, sambil menyarankan untuk lebih baik menanyakan yang merasakan langsung. Kami lalu meminta Danny Chairil untuk memberikan pendapatnya. Danny memang berkomentar, dan yang kami ingat adalah kini bassnya yang tadinya liar, sekarang terkontrol.
Inilah topik bahasan pertama yang kami rasa cukup menarik dari ruangan audio Boy Alimoeddin. Dalam kesempatan terpisah, mungkin nantinya Boy bersedia untuk memberikan tanggapannya terhadap pengaruh keakustikan yang dirasakannya sekarang.