
Pernahkah anda mendengar nama speaker Klipsch Heresy ?
Speaker inilah yang menyambut kami pertama kali saat bertandang ke ruangan audio milik pak Sahardjo (nama Indonesia dari seorang penikmat audio kelahiran Italia. Tadinya kami kira ini speaker buatan tangan orang Indonesia (DIY) karena bentuknya yang kotak dan belum difinishing.

Speaker ini ditempatkan di ruang keluarga, bersanding dengan sederet sistem seperti power tabungnya D’Audio dan integrated amplifier Elektra E1 dari Musical Fidelity, turntable Linn Sondek LP12, integrated amplifier Sansui A-5.
Heresy inilah yang menarik perhatian mata kami setelah powernya D’Audio (yang ini karena kami akrab dengan desainernya). Ini memang sistem utama Saharjo dan juga bukan ruang utama musiknya, karena ruang utamanya ada di lantai atas dengan sistem yang jauh lebih serius. Disini dia mendengarkan melalui laptop yang terhubung ke Musical Fidelity dengan memakai kabel RCA. Yah, untuk sementara, karena dia punya rencana membangun sistem ini dengan lebih serius. Sempat dia mengatakan nantinya ingin punya sebuah DAC dan streamer, sehingga dia bisa main musik hanya dari komputer dan henpon.

Jadi bagaimana pendapat sang pemilik akan speaker ini?
Menurutnya, ini termasuk speaker yang sangat sensitive. Jadi menurutnya butuh partner yang benar benar cocok. Salah satunya adalah dengan pre amplifier Primaluna yang digunakannya di ruang utama di lantai atas. Sesuai singkatannya BR yang merupakan kependekan dari Birch Raw, maka tak usah heran kalau dia tidak difinishing, karena sifatnya ‘raw’ atau mentah. Kami ketuk ketuk, kayunya memang bukan kayu solid, tetapi menurut Saharjo speaker ini kuat dan suaranya menurutnya ‘particular’. Unik. Tak heranlah bila dia kurang cocok menurutnya dengan semua musik. Paling bagus untuk vokal dan genre jazz. Ada juga yang berpendapat, bassnya kecil atau bahkan loyo, tetapi menurut Saharjo, bassnya oke oke saja. Kami cari info Heresy ini di internet, dan memang ada beberapa, seperti anda lihat di brosurnya Klipsch berikut ini.
Dia ingat, dahulu membelinya dari seorang pebisnis audio yang jualannya di sosial media, mr. Efendi. Dia kesana dan dengar suaranya, dia naksir. Harganya pun dia yakini oke. Sebelumnya, Saharjo adalah seorang pehobi audio yang memulai hobinya di tahun 80-an. Speaker pertamanya saat dulu adalah Bose 301 Series 2.
Ada yang berpendapat, ini adalah speaker yang cukup banyak disukai di sekitar tahun 80-90an, dan banyak digunakan untuk musik akustik live. Seorang penyukanya mengatakan demikian,“They sound very good but have a decent amount of wear from being lugged around”.
Ada yang lebih menarik tentu, yakni bahwa Saharjo punya sebuah bernilai cukup tinggi dan pernah mengukir sejarah tersendiri di zamannya, walau mungkin namanya tidak sesanter speaker legendaris seperti Rogers LS3/5A.