kontak

whathifi.id – Apa yang menarik dan bikin kita kepo dari film Three Thousand Years of Longing karya George Miller ini? Secara greget pasar, film ini kurang gigitannya. Kami tak pernah dengar juga obrolan tentangnya. Bahkan di Indonesia dia seakan mengukir prestasi, dilarang diputer di Indonesia. Alasannya lebih kepada banyaknya konten dewasa (nah, dengar ini, jadi pingin lihat filmnya kan?). Di piringan Blu-ray 4K, maka potongan itu pun seperti tak ada. Tetapi apa yang menarik dari film ini sehingga kami ingin nonton bareng?

Kiri ke kanan : Ferry Effendi, Bing Istanto, Sie Kek Cung, Salim Sentausa, Tjandra Ghozalli dan istri

Ya, di Tasindo Audio, kami tonton bareng film ini. Tujuh seat yang tersedia, habis.  Ada Bing Istanto, Tjandra Ghozalli dan istri, Ferry Effendi, Sie Kek Cung dan Salim Sentausa dan kami sendiri. Bersama kami menikmati film berdurasi 108 menit ini, setelah sebelumnya sempat menonton singkat video lifenya sebuah grup band remaja (lihat video terlampir).

Sebagian besar dari para undangan nobar saat ini  adalah seorang pehobi audio, yang juga suka nonton film. Tetapi dengar musik menjadi konsen utama mereka, bahkan sebagian adalah pebisnis yang erat kaitannya dengan audio. Acara nonton bareng ini sendiri diadakan oleh WhatHiFi Indonesia di galeri Tasindo Audio yang berada di lantai 1 nomor 67, mal Belleza Shopping Arcade di Kawasan jalan Arteri Permata Hijau, Jakarta Selatan.  Acara ini kami adakan sebagai salah satu wahana untuk bertemu dan berkomunikasi tentang film. Disini kita diajak menonton bareng bagaimana sajian sebuah film 4K.  Sebelumnya, kami sering bertemu saat menonton bareng film di cinema seperti di Flix Cinema.

Tasindo Audio  menjadi salah satu lokasi ‘wisata mata dan telinga’ yang menawarkan hiburan stereo high end, home cinema dan audio portabel serta sistem streaming dari perangkat stereo high end dan home cinema. Anda yang kebetulan ingin menikmati bagaimana indahnya sajian gambar berresolusi 4K dari sebuah disc Blu-ray 4K, atau ingin mendengar musik stereo. bisa datang ke mal Belleza ini.

Dua proyektor 4K SIM2

Film Three Thousand Years of Longing tersaji dari sebuah proyektor 4K berteknologi bola lampu – Dual Nero 4S dari SIM2. Proyektor 6000 lumen (digabung dalam dua unit sehingga lumennya menjadi 10.000 lumen), didukung proyektor  Trinnov Audio, Altitude 32, dengan speaker multichannel dari Ascendo Audio. Ini merupakan salah tiga dari merk merk yang dipegang oleh Tasindo Mandiri Indonesia sebagai importirnya.  dan pemutar Blu-ray 4K dari Oppo.

Kami akan kembali mengadakan acara kumpul sambil dengar musik stereo high end atau nonton bareng film UHD 4K Blu-ray dengan judul berbeda di saat mendatang. Tentu saja dengan memutar film berbeda dan mengundang para penikmat film berbeda. Anda yang tertarik ikutan, bisa wa ke nomor 0818 699 474


Tentang Film

Ini adalah film fantasi, sedikit berbau fairy tale, dan dibubuhi nuansa romansa tetapi  dalam kemasan nuansa  tradisional. Kental porsi dialognya, sebagian diisi dengan cerita flashbacknya  mr Jin, dan bisa saja malah menjemukan. Cerita tentang  Dr. Alithea Binnie (diperankan Tilda Swinton), seorang akademis yang saat saat berkunjung ke Istambul (Turki), tak sengaja membebaskan seorang Djinn (diperankan Idris Elba), yang lalu menawarkan Alithea tiga keinginan (wish) sebagai balas jasa dia telah membebaskannya. Pertama kali menjumpai Djinn, Alithea ragu apakah ini benar benar real atau hanya mimpi. Tetapi Djinn lalu berhasil  meyakinkannya dan bercerita banyak tentang kisahnya dahulu sampai kemudian masuk ke dalam sebuah guci kecil. Dan apa yang terjadi kemudian di pertengahan sampai akhir film tentu malah bisa mengagetkan anda.

Cerita  di awal cukup bikin kepo, khususnya karena bisa mengajak kita kembali kepada kenangan akan film film dahulu seperti Aladin, dan lain lain. Tetapi  jangan kira ini film action, karena melihat ada logo Dolby Atmos tersemat di disc ini.Secara adegan, film ini terlihat tidak banyak menghabiskan biaya produksi, dan jalan ceritanya lebih banyak berisi dialog Alithea dan Djinn.

Tampilan visual

Film ini bagus karena menyajikan dinamika gambar yang cerah dan warna akurat. Beberapa adegan memperlihatkan sisi kedalaman gambar. Yang terkesan kuat repronya adalah seperti sajian warna-warna  kuat seperti merah terkesan eksplosif yang turut membangkitkan energi kita menonton.

Dalam merender warna-warna terbilang cekatan, dimana gambar terlihat dinamis, dengan  nuansa cerah dan kaya. Di level hitamnya pun okelah, dimana masih terlihatdetil di area gelap.Untuk objek, tidak saja terlihat di detil rambut atau kostum, tetapi detil di banyak objek.  Dalam merepro, tak terasa ada kesan  artefak gerakan.

Tampilan suara

Bisa saja film ini menjadi salah satu film yang cukup pantas digunakan menguji sistem tata suara home cinema anda. Ada beberapa adegan yang cukup banyak mengekpose frekuensi bawah, walau tidak sebanyak film Dune. Beberapa soundtracknya menarik disimak, seperti saat penyajian instrument musik

Mendengar alunan soundtrack yang menjadi theme song Three Thousand Years of Longing, karya Tom Holkenborg pun cukup menarik hati di disc Blu-ray ini. Dan ternyata Tom Holkenborg-lah yang memainkan soundtrack di film ini. Dia juga yang berperan di soundtrack film Mad Max: Fury Road, Justice League, Deadpool, Godzilla vs Kong.

Paling menarik adalah sajian soundtrack akhir film (track ke-9 Cautionary Tale (Matteo Bocelli & Tom Holkenborg). Didengar di sistem cinema ini, vokal Bocelli(yang ternyata bukan Andre Bocelli) ini punya daya sentuh tersendiri, walau disini kita tak bicara tentang sajian panggung (simak di link video di bawah ini).


Kita boleh dibawa kepada sentuhan instrument seperti harpa, dan nuansa mistis lain.Ya, film ini telah ditempeli soundtrack 7.1 channel Dolby TrueHD – core-nya Dolby Atmos, yang tentu kian menambah hidup film, walau tak banyak menampilkan adegan yang mengekspose suara surround. Terasa menarik di level detilnya, juga clarity serta kejelasan dialog. Konsep tata suara ini pun jadi mengisi ruangan, dimana ada sejumlah efek suara yang membuat kita seperti tersirap, tetap duduk terjaga di posisi dengar. Ada bass yang punya extension dalam, menghasilkan frekuensi bawah yang smooth dan seperti memberi energi di sini. Dialognya jelas dan punya clarity.

Pendapat penonton

Ada beberapa pendapat dari yang hadir saat itu. Tjandra Ghozalli misalnya, berpendapat bahwa film ini boleh dijadikan acuan untuk sistem home theater.  Reproduksi bassnya solid dan clean. Artikulasi vokal bagus dan treble cukup airy tidak menusuk telinga. Dinamikanya bagus banget, membahana. Menurutnya, memang ada dilema untuk menyatukan home movie dan home music. Home Movie butuh mid hi yang tajam seperti bunyi pecahan kaca misalnya, sebaliknya home music butuh mid hi yang lebih soft supaya vokal lebih tebal dan bunyi perkusi tidak nyerang telinga. “Jadi saya maklum kalau di kebanyakan HT ada “peak” di sekitar mid hi. Tapi ini hasil kompromi”kata Tjandra.

Sedangkan Ferry Effendi berpendapat, Brightness proyektor bagus. Di sisi audio sangat dinamik. Bass ditampilkan dengan baik, punya punch maupun lownya dapat. Kesannya terhadap ruang ini, ada di ruangannya yang ditreatmen, juga bersih dan kursi yang nyaman.

Film ini tetap menarik dengan sajian gambar dan suaranya, walau bila ditinjau dari sisi jalan cerita dan para pemainnya yang kurang beken, bisa  saja mengurangi keinginan kita untuk menontonnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here