kontak

Webinar yang digelar RAI (Rumah Audio Indonesia) bekerjasama dengan WhatHiFi Indonesia(WHF) sukses digelar tanggal 24 Juli 2021 lalu dengan mengambil tema Driver vs Loudspeaker. Dihadiri oleh 56 partisipan, webinar ini menghadirkan nara sumber  Wirawan Sanjaya dan Rudy Gunawan (Aurel Bryant). Keduanya dikenal sebagai pembuat speaker. Sedangkan komentatornya, hadir Daud Pranoto (D-Audio) dan Rizal Firmansyah (RAI)

Obrolan yang dipandu moderator Asawendo Swissiranto (RAI) dan Laurentius Gatot (WhatHiFi) ini lebih kepada menjawab banyak pertanyaan anggota RAI di Facebook  Groupnya terkait speaker dan driver. Banyak pertanyaan adalah sekitar driver, boks speaker, komponen speaker, kaitan speaker dengan amplifier serta ruangan, dan beda speaker pro dan home.

Voice Coil

Apakah kualitas kawat pada lilitan speaker berpengaruh besar  pada kualitas suara? (pertanyaan Adi Yurastio). Menurut Rudi ada pangaruhnya. Selain jumlah lilitan, juga jenis kawatnya. Kawat silver misalnya, umumnya digunakan  duntuk speaker speaker kelas mahal, tetapi rata rata untuk driver speaker memakai bahan tembaga.Kawat jenis silver  umumnya suaranya lebih bening dan transparan. Bila gulungan banyak, kawat harus kecil, begitu pun sebaliknya. Kian banyak, medan magnetiknya kian kuat.  Menurutnya, ada beda antara kawat untuk woofer dan tweeter.

Voice coil BT Earthquakesound

Ada lagi pertanyaan dari partisipan tentang voice coil dan menyinggung istilah BT, Vas dan lain lain.  Menurut Rudi, Bt lilitan, bila  ditambah atau dikurangi – suara akan berubah. Rizal berpendapat terkait bahan ini, bila bahan diubah, responnya pun akan beda. Menurutnya, tak akan pernah ada dua speaker yang responya sama persis bila bahannya beda.

Speaker Pro untuk Rumah  

Mengapa speaker profesional tidak digunakan di rumah? Bagaimana caranya agar kita bisa mendengar suara seperti suara konser(pertanyaan Aulia Si).  Mengapa speaker professional kurang cocok digunakan di rumah?  Pertanyaan ini dijawab Wirawan. Ini menurutnya karena speaker pro itu bermain di  SPL tinggi dan dispersinya lebar.  Wi sendiri sering mengabadikan live concert dan dia mengamati disitu bagaimana speaker pro itu memikul tugas untuk memberi kesan dengar yang sama, untuk penonton di depan, belakang  dan area VIP.  Ini berbeda dengan home dimana dengan ukuran ruangan yang kecil, kebutuhan untuk penontonnya pun jauh lebih sedikit dan areanya jauh lebih kecil.

Kedua, speaker pro tidaklah membahas detil apalagi micro detail karena noisenya tinggi sekali. Dari sisi karakter penontonnya, tentu juga beda. Orang home itu inginnya ‘egois’. Duduk sendiri ditengah dan ingin happy dengan suaranya.

Rudi Gunawan disamping boks speaker home buatannya. Boks dan driver speaker home dan pro, berbeda.

“Di RAI itu 80 persen saya rasa egois, dengan sendirian ingin menikmati detil, holografik, vokal maju dan lain lain. Di speaker home, sudah main di 105 dB saja sudah hebat. Nah di pro, diatas itu. Speaker pro itu juga heavy duty. Tahan bila terbanting”kata pria yang akrab disapa ‘Wi’ ini.

Daud Pranoto berpendapat lain. Dia katakan kini antara pro dan home itu sudah ada titik temu. Dengan melihat merk tertentu seperti misalnya Meyer, kita bisa melihat kiblat pabrikan ini yang kini juga ke arah high end. Dispersinya memang perlu lebar, tetapi Meyer arahnya ke high end.

Kami jadi ingat, ada sebagian kecil pehobi audio kita juga memakai speaker yang kategorinya sebenarnya masuk ke speaker pro dalam rumahnya. Bahkan mereka merasa puas karena bisa menikmati nuansa yang live.Untuk selera tertentu terasakan speaker pro itu lebih live, punya attack lebih, tetapi untuk sisi kehalusan dan hawa suara, speaker home kami rasa lebih jagoan. Tetapi ini tentu sebuah pertanyaan menarik, manakala kita berpikir – memang tidak ada speaker yang tanpa meninggalkan karakter dinamiknya seperti untuk luar ruang, bisa nikmat juga digunakan di dalam rumah, dan setidaknya bisa memenuhi beberapa kriteria panggung seperti yang ‘home’ punya?

(Sejenak dengar home speaker ) :

Komponen driver

Totok Kribo menanyakan apa beda bahan speaker (kawat, magnet,konus dan lain lain). Dia tanyakan, bila responnya sama, apakah warna suaranya akan beda? Pertanyaan ini tentu mengajak kita kepada beberapa komponen dari sebuah driver, seperti ditunjukkan pada ilustrasi berikut ini.  Narasumber dan komentator setuju, bahwa  setiap elemen bahan dalam setiap driver itu pasti masing masing membawa karakter suaranya masing masing..

Jadi bila komponen driver itu bahannya berbeda, maka respon suaranya juga beda. Menurut Rudi, kalau ada dua buah driver yang sama persis lalu yang satu  kita ganti surroundnya, suaranya pasti akan beda. Parameternya pun akan beda. Begitu pun halnya bila bahan konusnya diganti, karena konus itu membawa warna suara.

Komponen driver speaker

 

Full Range vs Split

Pertanyaan seru, datang dari Jo’q Saputra Tea : Apa beda driver fullrange dengan driver split terpisah? lebih baik mana suaranya?  Wah, bagus mana, speaker full range/single driver atau split(multidriver)?  Ini jadi seru manakala kita ingat, dua narsumnya adalah pembuat dua konsep yang berbeda ini.

Daud memberi pencerahan,  tentang mengapa orang membuat  multiple driver, adalah karena orang menyadari bahwa dengan satu driver saja terasa masih kurang, karena jangkauan frekuensi  driver itu punya keterbatasan main.  Maka digunakanlah driver lainnya.

Speaker multidriver Supreme karya Daud Pranoto

“Kalau  kita minta sebuah tweeter bisa main sampai 50 ribu kilo, lalu bawahnya 1 kilo, itu sudah bagus banget. Sedangkan di area mid, kita gunakan mungkin midrange yang dari 4 kilo sampai bawahnya 200, itu juga sudah bagus banget. Kalau woofer, kita bisa harapkan dia  sampai 30 hz dan atasnya sampai 400,  maka bisa terkaver semua suara dari 100 Hz sampai  25 kHz.  Inilah prisnip multiple driver. Ini karena  masing masing driver itu punya tugas masing masing di frekuensi masing masing” kata Daud sambil kemudian menambahkan bahwa  kesulitanya di multiple driver adalah dalam hal penyamaan  fasa di setiap driver ini. Disisi inilah menurutnya speaker single driver lebih unggul dari multidriver.  Karena dia single driver, maka bisa dikatakan fasenya bisa bareng, karena konusnya bisa sama dan tidak ada perbedaan jarak atas -bawah.

Wirawan  mengakui bahwa dia lebih suka bikin fullrange karena memang kepingin saja. Full range itu menurutnya memang bukan untuk semua orang.  Full range dalam beberapa hal kalah sama 3 way karena 3 way lebih lengkap. Jika anda melihat halaman Facebooknya Wirawan, disitu dalam demo speakernya, dia banyak menerapkan pola penempatannya sangat dekat dengan tembok (bahkan nyaris mencium tembok). Ini tentu salah satu strategi, salah satunya demi mendapatkan bass yang punchy untuk ukuran speaker single driver ini. Tentu saja tidak harus dekat tembok, karena tergantung juga kepada keakustikan ruang, untuk mendapatkan suara yang diinginkan.

Speaker single driver buatan Wirawan Sanjaya. Harganya menurut kabar sekitar 30 jutaan rupiah

“Saya membuat single driver ini jelas dengan ada ketidaksempurnaanya. Tetapi speaker ini tidak ada crossovernya sehingga tidak ada pewarnaan(kolorasi) karena  sinyal langsung masuk voice coil dan biasanya lebih dinamik”katanya.

Handy Jasin berkomentar terkait pertanyaan diatas. Menurutnya  idealnya memang satu driver saja untuk speaker, tetapi karena adanya keterbatasan inilah maka dibuat driver lain seperti tweeter dan woofer.

Speaker dan Ruangan

Seorang anggota RAI dengan nama X Wan menyatakan bahwa sebagus apapun driver dan speaker, kalau ruangannya kedap tentu menjadi tidak nyaman mendengarkan. Dia bertanya, bagaimana membangun ruangan agar sesuai dengan driver atau speaker? Wirawan berpendapat, ruangan yang baik itu adalah yang bisa menyesuaikan speaker. Jadi ruangan itu  bisa membantu. Masalah serius umumnya ada dalam hal bass, yang bisa gaung.

Speaker single driver 5 inch. Speaker jenis ini menurut Wiwi bisa saja merepro musik rumit dengan rapi dengan separasi, koherensi, dinamika dan timing yang baik bahkan dalam ruang yang tak akustiknya tak didandani sama sekali.

Menurutnya masalah utama ruangan itu adalah bila ruangan kosong. Disini ada resonansi lantai dan tembok, dan dari hal lainnya sehingga dapat mengganggu suara asli dari speaker tersebut. D ruangan, frekuensi midrange ke atas menurutnya lebih mudah ditreatmen,  misalnya dengan memakai tirai, busa telor dan lain lain.

Driver besar untuk full range

Dimas Prasetyo bertanya, mengapa driver fullrange besar jarang digunakan pada speaker 2 way, 3 way  home audio, sedangkan di audio profesional banyak digunakan? Menurut Daud,  driver besar bisa saja digunakan untuk speaker di rumah. Daud sendiri mengawali hobi merancang audio dengan membuat speaker besar berdriver 10 inch, plus sebuah tweeter. seperti pada gambar dibawah ini.

Speaker pertama buatan Daud, memakai woofer besar

Speaker ini menurutnya bisa main di 96 dB, dan dia pernah pasangkan dengan sebuah amplifier 3 Watt. Di SPL-nya bisa sampai 100 dB. Speaker ini dia pakai untuk pribadi saja. Menurutnya, di audio kita harus berani mencoba. Jangan terpaku pada guideline dari pabrikan saja.

Rudi pun berpendapat sama. Menurutnya, soal besar kecil, biasanya orang mempertimbangkan memakainya terkait dengan urusan ruangannya yang berukuran besar atau  kecil. Tetapi dia melihat bahwa di negara seperti  Jepang, banyak pehobi disana memakai speaker besar besar walaupun ruangannya rata rata kecil.

Terkait ukuran driver, banyak orang percaya memang bahwa semakin besar dan banyak driver akan membuat speaker kian berukuran besar, dan berarti suaranya kian lebih baik dibandingkan yang kecil. Secara kelengkapan frekuensi suara, sudah pasti iya karena drivernya lebih banyak dan lebih besar. Tetapi apakah sudah pasti speaker besar lebih musical ? Belum tentu. Pada harga eceran yang sama, sering kali ada hubungan terbalik antara ukuran/jumlah driver dan kinerja soniknya.

Sebuah speaker 2way yang bagus—yang membagi spektrum frekuensinya menjadi dua bagian untuk direproduksi oleh woofer dan tweeter—dimana woofer/midrange  dan tweeternya ada dalam sebuah kabinet kecil misalnya, bisa saja lebih baik  dibandingkan dengan sebuah speaker yang lebih besar(misalnya floorstanding 4 way) bila driver 2 way tadi lebih bagus kualitasnya.

Faktor lain, perlu diingat, semakin besar kabinet, semakin sulit dan mahal untuk membuatnya bebas dari getaran yang berpotensi menurunkan kualitas suara.

Speaker open bafel Wiyono

Sayangnya soal getaran di speaker tak ada yang menanyakan, sehingga sudah pasti tidak dibahas banyak di zoom ini. Padahal, getaran adalah hal yang hakiki dan sering membuat desainer speaker kesulitan dalam mensiasatinya.  Jadi, belum tentu yang besar pasti lebih baik suaranya dibandingkan yang kecil. Bisa saja yang kecil lebih musical. Jadi memang tidak harus memakai driver besar, kecuali ruangannya berukuran besar, seperti diutarakan Rudi.

Di zoom ini, hadir juga Wiyono, yang merupakan importir driver driver termasuk yang berukuran besar, berpendapat di webinar. Wiyono sempat bercerita sedikit tentang awal dia berbisnis driver. Menurutnya, semua orang audio tentu bila sudah lama main, sekali waktu ingin mencari sesuatu  mainan yang beda.

Speaker open bafel Wiyono

Menurutnya,memang  ada orang main audio yang mencari barang baru.  Ada juga yang begitu sistem audionya dia rasa sudah stabil, dia stop (bereksplorasi). Ada juga yang cari something yang  dapat diutak atik.

“Kini ada orang yang mencari sesuatu yang baru, misalnya – cari open bafel besar 18 inch. Anak saya awalnya pernah berkomentar melihat speaker open bafel ini, dengan mengatakan pasti speaker  ini tidak bagus suaranya karena tak ada boksnya. Ternyata saat dibunyikan, dia bilang suaranya normal seperti speaker pada umumnya walau ada bedanya”kata Wiyono.

 

(bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here