kontak

whathifi.id –Apakah sesungguhnya makna terdalam dari high end audio itu? Apakah pengertiannya hanya melulu  kepada alat, dimana untuk mendapat pengakuan – harganya harus tinggi, sampai-sampai bagi sebagian besar penikmat musik, masih jadi mimpi untuk memilikinya?Atau bukan lagi kepada alat, karena lebih merujuk kepada kualitas? Mau seberapapun harganya, kualitasnya harus tinggi. Ungkapan ini mungkin klasik, tetapi  muncul Kembali dalam ingatan saat kami mendengar sebuah sistem speaker aktif 2-way ESB seri Precision – PRS 820 (speakernya) dan S320 (power amplifier DSP 4 channel) 240 Watt kelas AB. Keduanya ada dalam satu paket.Jika anda dengar langsung speaker ini di rumah Chandra Sutijono, salah satu desainernya di kawasan Dago Pakar, Bandung – tentu anda akan bebas berpendapat, yang ujung-ujungnya boleh anda simpulkan  apakah performanya membuatnya layak disebut speaker high end atau tidak. Bagi kami, serasa ingin menyebutnya demikian setelah mendengar 2-3 lagu yang ditampilkannya.

Melihat profilnya

Ini adalah paket sistem yang terdiri dari speaker aktif dan power amplifier –  asli ramuan lokal. Perancangnya, Chandra Sutijono dan Erik Lim. Kelahirannya kemudian ternyata menjadi salah satu peninggalan, hasil buah pikir pak Lim sebelum dia meninggalkan kita semua, menghadapNya.

Chandra dan Lim pernah berambisi membuat  sebuah speaker yang  bisa membuat orang yang baru nyemplung hi end akan lebih mudah tidak saja untuk memiliki, tetapi juga memahami tentang suara yang benar itu seperti apa, dan tentu saja sebagai modal awal untuk jika sekiranya suatu hari nanti mereka ingin berangkat ke kelas yang lebih diatas lagi.

Impian mereka berdua seakan kian terbuka lebar manakala Lim  punya hubungan baik dengan beberapa pabrik pembuat speaker dan atau komponen untuk mereka kemudian memesan komponen tetapi dengan spesifikasi yang mereka tetapkan, baik untuk amplifier maupun speaker. Awalnya cukup memusingkan karena pabrik mengharuskan ada jumlah minimum pemesanan, sedangkan mereka punya jumlah pemesanan termasuk kecil.

Mereka pun menjalin komunikasi dengan pabrikan tertentu, misalkan  dengan pemilik merk ESB yang juga pemilik dari merk Zapco. ESB sendiri sudah membuat ribuan model driver dan Zapco untuk amplifier.

“Kita bila pesan 20 saja, mereka ketawain(karena biasanya yang pesan bisa ribuan). Lalu kita bikin project pertama yakni membuat dulu 50 set power 50 set driver ESB dengan spek yang kita mau. Kalau untuk boks speaker, kita bikinnya di Sinar Baja. Kita hanya kasih spek saja. Kita lalu buat percobaan, bolak-balik menghitung juga, dan ada saja yang kita perlu sempurnakan. Misalkan boks speaker, perlu 15 kali kita gonta-ganti.  Disini kita bereksperimen terus”kata Chandra lagi. Memang butuh waktu panjang, seperti misalnya misalnya untuk membuat lubang ported saja sampai membutuhkan waktu kira-kira 4 bulan.

Dari obrolan kami dengan bung Chandra (07/02/23) di Bandung, kami jadi tahu bagaimana mereka  mempersiapkan speaker ini dengan baik, dengan konsep sederhana tetapi suaranya diharapkan baik  dan bisa diterima banyak penggemar musik, dengan harga termasuk akrab di kantung – 55 juta rupiah.

Ya, dengan harga ini, kita bisa dapatkan sepasang speaker aktif dan satu amplifier yang mendrivenya. Jadi nantinya pengguna tak perlu repot mencari amplifier yang match dengan speakernya.

“Disini kita tak perlu sulit sulit memikirkan tentang system matching. Kalau pribadi saya goalnya adalah dengan simple orang yang tak mengerti pun bisa enjoy. Karena bila kita bila bicara hi end, orangnya juga tak banyak., termasuk new comernya. High end itu seperti apa,  saya lebih memaknainya kepada ownernya, bagaimana telinga dan sikap dengarnya” kata Chandra.

Power amp Precision Series itu

 

Yah, Namanya juga membuat, ada saja tentu unsur try and errornya. Pernah satu boks

mereka ganti karena saat dipakai memutar musik kencang, suaranya ‘ngaduk’ (istilahnya untuk tampilan instrumen yang terdengar ngacak), tak ada layeringnya, dan terkesan seperti speaker biasa. Setiap kali mencoba boksnya, mereka melakukan uji dengar  dengan memutar aneka genre lagu berbeda dan dengan tingkat kekerasan suara bervariasi. Mengupayakan bagaimana membuat speaker  mereka nantinya  tampil koheren –  dimana frekuensi atas dan bawahnya  tidak balapan misalnya. Speaker ini juga harus akurat. Kalau soal ini, mereka diuntungkan karena kebetulan driver ESB ini terbilang mumpuni.

Di sisi lain, karena ini mengawinkan speaker dan amplifier, tentu tak mudah dalam  membuat sebuah  power dan speaker yang matching. Belum lagi bila mengingat bagaimana mereka ingin sekali agar speakernya  ‘room friendly’, bisa tampil optimal di banyak kondisi ruang.

Dan akhirnya, setelah melakukan riset panjang, gonta-ganti boks, dan melakukan sejumlah pengujian suara, lahirlah sudah model finalnya. Jadilah sebuah speaker dengan tweeter dome 28mm, soft dome Torcon dan magnet Neodymium.  Sedangkan mid woofernya memakai konus paper non pressed 65” dengan alumunium former dan voice coil 32.4 mm.     Sedangkan power amplifier yang menemaninya adalah power 4 channel dengan impedansi nominal 4 Ohm, transien power 240 Watt dan tingkat efisiensi 90 dB 1W/1m. Jadi perlu berapa tahun untuk kemudian jadi seperti ini?

“Empat tahun kami melakukan riset hingga selesai”kata Chandra. Lumayan lama ya.

Uji dengar

Kami lalu diajak Chandra mendengar beberapa sajian dari sistem streamingnya, dengan genre dari pop, rock, jazz, blues dan rekamannya dari yang tahun 60-an hingga rekaman terkini, dari yang rekamannya tipis hingga yang tebal, dengan kualitas rekaman terburuk hingga rekaman audiophile. Disini dia memakai source dari Roon server, dimana dari DAC langsung masuk ke power amplifier dari sistem ini. Dia malah tidak memakai preamplifier, dan  menurutnya kalau pakai preamplifier tentu saja akan lebih bagus lagi.

Bagaimana kalau kita simak saja rekaman di bawah ini. Saat itu kami bersama Handy Wijaya bertandang ke rumah pak Chandra ini di kawasan Dago Pakar, Bandung.

Saat diputar dengan lagu dengan rekaman untuk audiophile, kami tertarik akan sajian imaging dan tonal balancenya dapat. Ada kesan suara disajikan secara apa adanya saja. Untuk rekaman dengan kualitas biasa saja, masih enak saja dengarnya. Telinga masih bisa terima.  Nikmatnya lagi, kita tinggal plug and play saja, juga ringkas. Tak berbelit menyiapkannya. Seorang pemula, tentu akan merasa nyaman dengan cara ini.

Jadi memang, menikmati musik tak selalu harus ribet, dan untuk boleh disebut high end, bolehlah itu melulu hanya di urusan kualitas suaranya, baik untuk digunakan di system streaming atau biasa. Dan high end tak perlu ritual. Dan inilah yang ditampilkan model ESB ini. Ingin rasanya membandingkan model ini dengan speaker speaker sejenis dan berkelas yang harganya sampai berapa kali lipat darinya. Chandra sendiri mengatakan, hal itu sudah pernah dia lakukan, dan ternyata hasilnya tak mengecewakan.

Beberapa pehobi audio sudah memakai sistem ini di rumahnya. Dan kabarnya, kini  masih tersisa 45 unit. Ke 45 unit sisanya ini sepertinya akan membuat model speaker ini jadi limited edition, karena tak akan dibuat lagi. Ini karena kepergian pak Erik Lim.

-gt/150123

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here