Dalam sebuah pertemuan dengan Hardy Nanda dan Handy Widjaya di galeri Tasindo Audio di Kawasan Mal Belleza, Permata Hijau, kami membicarakan tentang salah satu poin penilaian saat kita mendengar musik dalam sistem reproduksi suara, yakni koherensi.
Dari situ, Hardy memutarkan sebuah disc yang berisi 35 track suara yang terdiri dari 5 track suara pink noise yang telah dikalibrasi sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Lalu 31 track fundamental tone yang berbeda beda frekuensinya serta sebuah tabel “score sheet”. Kami diminta untuk mendengar pink noise dari 1 hingga 5, lalu memberi penilaian pendapat pribadi tentang bagaimana lebar panggung yang dibuat oleh sistem yang saat itu kami dengarkan. Kalaupun kita tak mendeteksi adanya panggung, maka kita bisa mencontreng di pilihan ‘tidak terdefinisi’ yang ada di score sheet tadi.
Sistem yang kami mainkan merupakan satu tim, terdiri dari speaker Elac BS 312, pemutar CD Vincent Audio S8, dan integrated stereo amplifier Vincent SV 500, dengan kabel semuanya memakai Real Cable. Inilah merk merk yang didatangkan ke Indonesia oleh Tasindo Audio.
Untuk apa Hardy mengajak kami untuk melakukan kegiatan ini? Awalnya, Hardy hanya bicara tentang koherensi. Tadinya kami mengira bahwa ini dimaksudkan Hardy untuk mengajak kami melihat bagaimana pengertian koherensi menurut kami, yakni melihat sebuah tampilan musik sebagai satu elemen keseluruhan (tidak parsial dengan hanya melihat elemen treble saja atau bass dan mid saja). Dan ini ternyata dimaksudkan Hardy bukan untuk menilai seberapa jernih suara atau seberapa besar dan terdefinisi bassnya.
Ternyata Hardy mengajak untuk melihat bagaimana koherensi suara, untuk menilai tampilan spatial musik. Dengan metode ini kita bisa melakukan pengecekan atau melakukan tuning pada sistem kita dengan cara yang praktis tanpa menggunakan alat ukur yang rumit dan kompleks dengan tingkat akurasi yang lumayan baik.
Salah satu yang menarik, dengan mendengar pink noise dari speaker kiri dan kanan (di track ke-1 dan ke-2) saja, kita bisa mengetahui apakah sistem kita sudah matching (matched pair). Apakah speaker kita sudah saling match, dan begitu juga dengan front endnya mulai dari player, pre amp dan amplinya.
Mendengar sebuah sinyal suara pink noise lalu melihat “image suara” dari reproduksi pink noise tersebut, kita bisa mendapatkan sebuah persepsi : seberapa lebar “panggung” yang tereproduksi. Bisa jadi ini sebuah pekerjaan sulit tersendiri.
Langkah selanjutnya, kita putarkan sebuah rekaman lagu yang sudah familiar, dan sebagai perbandingan apakah pilihan kita dalam penilaian “panggung” reproduksi suara melalui rekaman lagu itu sesuai dengan panggung yang tercipta dari reproduksi pink noise yang kita dengar. Ini tentu menjadi keasyikan tersendiri. Disini kita akhirnya bisa menilai bagaimana koherensi sebuah sinyal suara.
Inilah yang rencananya kami paparkan di edisi berikut (edisi cetak) dari WhatHiFi Indonesia, yakni edisi 12/III/2022 di bulan Maret dan April 2022. Menarik tentu untuk anda ikuti