kontak

Hari ini (24052021) kembali kami nonton bareng film fiksi ilmiah Dune. Nontonnya bareng dengan sebagian anggota IHEAC (Indonesia High End Audio Club) yang jumlahnya 30 orang, datang ke Hall 1, theatre Flix Moi, Kelapa Gading. Bila nonton yang pertama (seminggu lalu ditempat yang sama, tanggal 17 Oktober 2021), asyik mengamati jalan ceritanya dan sering pikiran lebih tertuju kepada mengkait kaitkan scene  satu dengan lainnya, nonton yang kedua lebih kepada bagaimana menikmati tatanan suaranya. Dan memang film fiksi ilmiah ini sepertinya lebih sensasional bukan dari jalan ceritanya, melainkan tampilan suaranya.

Di awal, kami sempat menikmati film ini dengan mencoba menikmati sofa paling depan dimana kita bisa rebahan. Sekelas Hall 1 yang punya Sofa Bed ini, sekali kali bolehlah anda coba rasakan.  Dan sebangku bisa berdua, menonton sambil kelonan dengan pasangan anda mungkin bolehlah.

Mencoba menikmati sofa bed Hall 1. Bisa jauh membuat kita rileks menonton. Hanya saja perlu membiasakan diri dahulu menonton dengan layar sangat besar di barisan depan. Ada plus minusnya.

Di satu detik pertama saja, penonton diajak mendengar suara vokal yang menjelaskan tentang arti mimpi, lalu diajak ke nuansa padang pasir dengan berbagai keindahan atau sebaliknya, kengeriannya, misalnya dengan adanya Sandworm(cacing padang pasir).

Film ini mengambil lokasi di aneka lokasi berbeda di Budapest, Jordania, Norwegia dan Abu Dhabi.Film ini diputar pertama kali(premiere) saat peristiwa Festival Film Internasional ke 78 di Venice (Venice International Film Festival), 3 September 2021. Kali ini ditampilkan di Hall 1 yang ukurannya termasuk sangat besar, dengan 440-an seat tersedia, dan memakai merk speaker yang termasuk salah satu termahal sedunia, Alcons Audio.

Ketika seminggu sebelumnya kami juga menikmati Dune di Hall 1 yang luas ini

Dengan penataan yang menarik, maka banyak frekuensi bass yang disajikan mampu menyedot perhatian mata kepada layar.Dia mampu menyedot jantung hati. Membuat penikmatnya jadi sering terkesiap, seakan ikut dalam kisaran hawa perang, terbawa emosinya dalam pengaruh suara suara bisikan lirih, atau suara teriakan kecil seperti “Lisan al gaib” (semacam ‘messiah’,penyelamat yang akan datang) atau bisikan bernuansa mistis, seperti “bisikan ‘Kwisatz Haderach’. Dan memang film ini sedikit bernuansa mistis, disamping memperlihatkan bagaimana teknologi di tahun 10191 – jauh sekali lompatannya dari 2021 kini.

Penonton dibuat terpesona dengan tidak saja rupa pesawat pesawat perang atau komersial, tetapi juga akan bagaimana misalnya pesawat penumpang yang menyerupai bola baseball  atau berbentuk kotak saat mendarat dengan kaki kakinya yang muncul dari badan pesawat lalu menjejak bumi. Atau bagaimana pesawatnya Duncan melesat dari depan layar dan menuju ke atas, melintasi sisi kiri telinga kita. Bagaimana pesawat ornithopter, helicopter dengan dua ‘baling baling’ di kiri, dan dua di kanan mulai memutar-mutar dengan mesin yang mulai dihidupkan dengan hanya menekan satu tombol, sebelum kemudian menganggkat badan pesawat itu. Kengerian penonton kian dipompa saat ornithopter yang dikendarai  Jessica (diperankan Rebecca Ferguson, si ”Jenny Lind” saat di film The Greatest Showman) dan dipiloti sang anak,Paul (diperankan Timothee Chalamet), putra yang disebut sebut adalah sang Lisan al gaib tadi. Bagaimana menariknya ketika Paul mengemudikan melesatkan ornitphotpernya dari serangan tiga peluru kendali, untuk kemudian masuk dalam rengkuhan badai padang pasir, dan akhirnya kengerian itu klimaks dengan ornithopter yang sudah tanpa baling baling, hancur menghujam bumi.  Jessica berhasil menghalau ketakutan dengan membisikan kata dari kekuatan dalam dirinya, dan memang bisa setidaknya mengontrol hujaman pesawat.

Inilah salah satu scene dimana Hans Zimmer berhasil mengocok perut kita dengan anomaly suara angin badai yang berputar putar menyelimuti kita, dengan aneka kertakan badan pesawat yang mulai satu persatu tanggal dari tubuhnya. Film ini berhasil menyabet  penghargaan untuk sisi visual,  dan musical yang dibuat oleh Hans Zimmer.  Film ini sendiri sudah diramu dengan Digital Sound 12 track (IMAX 12 track), dengan aneka format surround seperti DTS :X Auro 11.1, Dolby Surround 7.1, Dolby Atmos, Dolby Digital dan IMAX 6-Track). Kabarnya, Hans sudah merilis tiga album soundtrack untuk film ini, seperti The Dune Sketchbook (Music dari Soundtrack)Dune (Original Motion Picture Soundtrack), dan The Art and Soul of Dune, dimana masing masing telah dirilis di 3 September, 17 September dan 22 Oktober 2021.  Ini juga boleh menjadi salah satu koleksi album soundtrack yang perlu anda miliki dan koleksi.

Disini Hans terhitung berhasil dalam kian membuat dramatis  beberapa scene Dune. Ada satu dua adegan yang paling menarik bagi kami, dimana tadinya kami berharap efek suaranya akan membuat kami terkejut, tetapi ternyata kurang menjentikkan kengerian tersendiri. Seperti beberapa ledakan pesawat jatuh atau muntahan peluru api yang dimuntahkan dari adegan saat serangan bala tentara sewaan Harkonen ke Artides di malam hari. Kengerian yang digambarkan lebih kepada rasa ingin tahu cerita awal kehancuran Artides seperti yang diharapkan sang Baron dari Harkonen.

Hall 1, berlayar besar, menampung 400 an seat. Ruang terbaiknya Flix Moi

Dalam hal jalan cerita, perlu dipertanyakan mengapa sistem keamanan Artides begitu rapuh dari penyusup, hanya berupa tiga penjaga dan satu sistem perisai saja,  padahal dia sudah dipercayakan oleh sang Kaisar. Apalagi menyadari ancaman besar yang datang dari Harkonen. Ternyata memang bahaya terbesar bisa datang dari dalam rumah sendiri.

Jika anda lihat judulnya, Dune, mungkin anda ingat, film berjudul sama pernah muncul beberapa puluh tahun lalu, dan berisi juga tentang film luar angkasa. Dan memang, film Dune 2021  setengah jalan ceritanya diambil dari sebuah novel tahun 1965 karya Frank Herbert dengan judul yang sama. Ceritanya tentang kisah di masa depan, dimana Paul Atreides( dibintangi Timothée Chalamet), dimana dia dan keluarganya yang tinggal di House Atreides, hanyut kemudian dalam perang padang pasir  di planet Arrakis. Disini ceritanya berkisar di hubungan antara orang berbangsa Freemen dan penyerangan dari House Arkonnet. Kami terkesan akan profil Freemen, yang menampilkan sosok sosok tangguh yang mampu bertahan hidup di bukit bukit berbatuan pada padang pasir, dengan air yang sangat minim.

Titik tonton kami, di tengah, pada dua baris dari seat paling belakang, termasuk yang sweet spot

Yang menarik, penataaan suara di film ini mampu melibatkan penontonnya. Kami sempat ngobrol ringan juga dengan Danny Chairil yang juga ‘jadi’ dua kali menonton Dune. Menarik tentu, karena sosok Danny ini dikenal sebagai seorang senior audiophile. Dia termasuk yang kurang suka menonton film. Tetapi di film ini dia sampai dua kali menonton. Ditanya apa yang menarik di film ini di suara, dia bilang dua hal. Satu, suara dan cerita bisa ‘ngeblend’. Bersenyawa dengan baik. Kedua, tata suaranya tidak membuat telinga ‘iritate’. Bagaimana bisa tahu? “Mudah saja, ada perasaan ga enak saja dalam hati, dan ini menandakan ada yang salah dengan suara”kata Danny.   Dan memang, penataan suara yang dilakukan Sie Kek Cung, tidak terkesan suaranya pedas, nyelekit, boomy atau tipis. Tambahan lagi, tidak butek. Dia solid tetapi juga tak terlalu sopan.

Erik Lim juga punya pendapat. Menurutnnya, tujuan nonton Dune kemarin lebih kepada ingin  mereview sound systemnya. “Terlepas bagaimana pembuatan filmnya, menurut saya reproduksi suaranya sangat bagus, dalam artian  pengaturan manajemen speakernya cermat sehinggag separasi suara tepat dan dengan gain yang ideal sehingga balance bagi penonton secara merata. Jadi suaranya tidak sampai memekakan telinga dan bass terasa sekali efeknya tapi tdk berlebihan. Excellent!”kata Erik.  Daud Pranoto, seorang pembuat speaker dan amplifier merk D’Audio, punya pendapat lain, “Suara bagus, jernih , tertata rapi. Cuma kalau buat aku sih kurang galak”katanya.

Dan akhirnya menonton di Hall 1 ini jadi hiburan tersendiri di Minggu sore itu. Dan bila akhir film ini mampu membangkitkan rasa penasaran anda, ingat ingat, ini baru yang Part One.  Nantikan lanjutan sekuelnya di Part Two, yang belum kami ketahui kapan hadirnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here