kontak

 

Opini Stephen (pehobi audio, anggota IHEAC*).

Pernahkan anda datang kerumah teman, dan anda menemukan bahwa softwarenya (CD / Plat) teman anda tidak lebih dari  20 buah saja? Padahal anda tahu persis, teman and aini  sudah cukup lama menggeluti hobi audio. Dari 1 CD, yang didengar cuman satu lagu. Dan dia bisa saja mengulang-ulang main lagu ini selama berjam-jam.  Sistem audionya sendiri telah ditweaking, ruangannya ditweaking, speaker digeser, kabel diganti, equipment di upgrade, semuanya ini untuk mencari suara yang sempurna.

Sebetulnya sih oke-oke saja, tetapi kalau anda lakukan terus-menerus selama bertahun- tahun? Sebenarnya apa sih yang anda cari, seperti apa sih suara yang sempurna, apa referensi anda, sehingga menurut anda sempurna dan anda jadikan referensi? Menurut saya ada beberapa hal yang dapat kita analisa:

  1. apa referensi anda
  2. anda bosan
  3. anda berkompetisi dengan siapa
1.Apa referensi anda

Hal ini ada kaitannya dengan siapa yang pertama kali memperkenalkan hobi high end audio ini ke anda, dengan siapa anda bergaul dan apa yang di programkan pertama kali ke memori anda pada saat anda tidak punya informasi apa-apa.  Hal itu akan menancap di memori anda untuk selamanya. Masalahnya dari mana informasi tersebut, bagaimana dengan kredebilitas “guru” anda tersebut.

Saya punya ilustrasi. Ada 3 orang buta yang berdebat tentang bentuk seekor gajah. Yang satu bilang gajah itu seperti kemoceng (bulu ayam) karena dia pernah pegang ekor gajah. Yang satu lagi bilang seperti pohon kelapa, karena dia pernah pegang kaki gajah. Yang satu lagi bilang seperti gentong, karena dia pernah pegang perut gajah. Nah, siapa yang benar? Tidak ada yang benar, tidak ada yang salah. Nah kalau “guru” anda atau teman anda berdiskusi  ternyata sama-sama “buta”, ya susah….

Saya punya contoh. Saya kenal seorang yang sudah bermain high end stereo sejak awal tahun 80an. Pada saat itu power amp yang masuk ke Indonesia hanya push pull saja. Di awal tahun 90-an, berkenalanlah dia dengan power amp yang namanya single ended, dimana powernya kecil-kecil, rata-rata dibawah 10 watt, dan juga diperkenalkan kepada  speaker pasangannya yang mempunyai efisiensi yang tinggi (diatas 90 dB).

Informasi ini menancap di memorinya, sehingga 15 tahun kemudian, orang yang memperkenalkan pertama kali single ended dan high efisiensi speaker ke dia pun tidak bisa menghapus dari memorinya (karena ada yang perlu dikoreksi informasinya). Coba anda bayangkan, kalau anda salah bergaul, anda salah informasi, anda salah “guru”, hanya karena informasi tadi masuk duluan (karena anda tidak punya informasi apa-apa tentang hal tersebut). Dan anda percaya penuh dengan orang yang memprogramkan ke anda (tanpa anda sadar). Dan ini berlaku di semua aspek kehidupan.

Bayangkan, setiap hari anda membaca surat kabar atau menonton TV atau bergaul dengan teman anda. Berapa banyak hal positif yang ada di surat kabar / TV / teman anda, dibandingkan hal negatif? Kalau anda tidak dengan sengaja memasukkan hal positif ke memori anda, hal negatif yang akan masuk tanpa sengaja, hehehe, cukup mengerikan tidak?

Nah, kalau orang yang pertama kali memperkenalkan hobi ini kepada anda mempunyai aliran mendengarkan alat, bisa jadi anda akan selamanya menjadi seperti dia. “Nah dengarkan treblenya, extended dan airy banget” (padahal kalau kita sudah berumur lebih dari 50 tahun, paling kita cuma bisa denger sampai 15 kHz bukan ? ). Belum juga setengah lagu diganti lagi CD yang lain, “Nah, dengar transiennya, cepat banget kan”.  Belum juga setengah lagu, CD sudah diganti lagi, “nah, dengar mid nya…”

Akhirnya anda tidak pernah denger 1 lagu penuh, apa lagi 1 CD. Ya tidak masalah juga tentu kalau memang anda bisa menikmati. Bukankah  ini sistem anda, waktu anda, uang anda. Betul kan?

Pada saat teman kita bilang. “Ruanganmu gelap”, anda pasti kaget. Akan tetapi setelah anda tahu bahwa teman anda memakai kaca mata hitam, anda bisa pinjam kaca mata hitam teman anda dan anda bisa merasakan apa yang teman anda rasakan (ruangan anda gelap tadi),  karena anda pakai kaca hitam mata yang sama. Akan tetapi kalau teman anda complain soal sistem anda,   anda tidak bisa pinjam kuping teman anda dan anda tidak bisa merasakan apa yang teman anda rasakan, terus mengapa jadi pusing?

2.Anda bosan

Sering kali kita tertarik dengan equipment lain (preamp / power / CD player / speaker atau apapun). Kelihatannya (yang baru) lebih baik dari yang kita punya. “Wah speaker saya kalah transparan, yang ini (yang baru) jauh lebih transparant, dan treblenya lebih extended”, sehingga speakerlah diganti. Tetapi setelah beberapa lama, teman anda yang lain datang dengan speaker andalannya ke rumah anda, mau adu jangkrik dengan yang anda punya. Dan anda lihat ternyata yang dibawa adalah speaker seperti yang anda punya dahulu. “Ini sih seperti punya saya yang dulu, suaranya butek, tak perlu diadulah, saya sudah tahu suaranya”.

Akan tetapi waktu anda dengarkan, dilakukan A / B test, ternyata speaker teman anda ( punya anda yang dulu) anda rasakan beda. “Wah enak juga midnya, ternyata lebih natural dan musikal”. Punya anda yang baru terasa agak kaku dan forward (memang lebih transparant sih). Nah lho…apa yang terjadi?  Anda sudah pengen ganti lagi.

Sebenarnya, pepatah lama yang mengatakan rumput tetangga kelihatannya lebih hijau, masih berlaku. Pada saat anda mendengarkan equipment baru, mungkin saja anda sudah bosan dengan yang anda punya, karena setiap hari anda lihat barangnya (karena bentuk equipment anda juga merupakan sebuah karya seni) sambil mendengarkan suaranya. Pada saat  mendengarkan barang baru, ada kecenderungan membandingkan  keunggulan barang baru dengan kelemahan dari barang anda plus sebuah karya seni yang baru. Hal ini tidak akan pernah selesai, karena sudah menjadi karakter dasar manusia, kita perlu yang baru, kita bosan dengan yang lama, dan kita punya nafsu untuk belanja.

Karena kalau anda sudah bosan dengan equipment anda, anda akan ketemu dengan equipment baru, yang kelihatannya jauh lebih enak di telinga. Dengan  alasan naik kelas, anda ganti equipment anda yang lama. Padahal penyakitnya adalah bosan tadi? Daripada jadi kritikus, selalu mencari kekurangan sebuah equipment, selalu ada saja yang salah, bagaimana kalau kita belajar menerima yang ada dan kita menikmati musiknya.

3.Anda berkompetisi dengan siapa

Kebetulan saya kenal dengan seorang pemain high end, yang baru saja mengganti semua fuse di equipmentnya dengan fuse high end, dengan alasan lebih open. Padahal kalau di dengar, dengan fuse yang lama pun tidak ada yang salah suaranya. Tetapi dengan alasan mencari suara yang sempurna, fuselah diganti. Kenapa harus diganti kalau tidak ada yang salah? Memang kalau tidak diganti kenapa? Seakan akan dia sedang berkompetisi, entah dengan siapa. Dengan dirinya sendiri? Memang nilainya tidak seberapa, tetapi saya perhatikan, ada orang-orang yang selalu mentweak systemnya, mengupgrade equipmentnya. Memang kalau tidak diganti kenapa?

Ini baru bicara fuse, bagaimana dengan kabel, yang harga bisa sampai puluhan juta? Seakan akan high end ini menjadi status yang dikejar. Jangan-jangan supaya dibilang orang sebagai pemain high end, hehehe….(mudah-mudahan sih tidak).

Saya kali sering baca dimajalah, orang tanya apakah sistem audionya termasuk golongan high end, mid end, low end atau hifi. Memangnya kalau digolongkan hifi kenapa (malu?), apa batasannya high end, siapa yang mempunyai otoritas untuk menggolongkan bahwa sistem anda hifi atau high end. Memangnya kalau sistem anda termasuk golongan high end anda jadi enak tidur? Apa sih definisi barang high end.

Sering kali kita A / B test, dengan modal “kuping emas”, dimana kita membandingkan (bisa apa saja) dan memang beda, tetapi masalahnya yang mana yang benar, misalnya: fuse biasa atau yang high end. Kenapa anda cenderung pilih yang satu, bukan yang satunya? Apa dasarnya? Kenapa tidak mencoba menerima sistem yang anda punya, setelah anda memilih dengan sangat kritis, kemudian mendengarkan musik dengan sistem “high end” anda, karena begitu banyak lagu yang ada didunia ini untuk bisa anda nikmati, betul bukan??

Dari sebuah PH, dibaca oleh jarum, dimana ada 3 kategori besar: moving magnet, moving coil dan moving iron, yang mana menghasilkan suara yang berbeda beda. Kita ambil contoh moving coil. Ada banyak merek, yang cukup ekstrim: Koetsu dan Lyra, yang punya karakter berbeda. Kita ambil Koetsu, ada yang harga $2.000, ada yang $20.000, pasti suaranya juga beda. Dari jarum kita ke arm, ada pivot ada linear tracking. Pivot juga punya teknologi beda-beda. Ada beda harga, beda suara. Dari arm kita ke turntable – ada yang cuma 5 juta, ada yang 2 M (Goldmund Ref ii), ada direct  drive ada belt drive, pasti suaranya juga beda. Ada yang pakai suspense, ada yang suspensionless, suaranya juga beda. Dari sebuah PH yang sama begitu banyak kombinasi yang bisa terjadi, anda masih mau debat suara mana yang benar? Yang jujur? Yang  natural?

Penutup

Saya pernah beli TV baru, suara sound systemnya jauh lebih bagus dari yang lama, sehingga dengar lagu BGM di YouTube, sudah enak benar. Setelah 1 bulan, suara terdengar biasa, karena saya sudah tidak ingat suara sound system TV yang lama,  sehingga saya juga tidak bisa merasakan kehebatan suara sound system  TV saya yang baru. So…?

Akhir kata, mengutip kata kata seorang pedagang senior, beliau yang memperkenalkan hobi ini ke saya tahun 1979, “ Memang kita harus kritis dalam memilih alat, setting system, setting ruangan (untuk ini kita punya wadah Indonesia High End Audio Club, IHEAC, dimana kita bisa berdiskusi). Tetapi setelah itu semua optimal (perlu beberapa waktu memang), kita perbanyak softwarenya, kita menikmati musik bukan alat”.

Saya kenal seorang teman di Surabaya. Beliau punya plat klasik tidak kurang dari 8000 buah, dan kata-kata pedagang tadi dipegang teguh. Akan tetapi sekali lagi, ini cuma saran, pada akhirnya terserah anda juga, bagaimana anda mau menghabiskan waktu dan uang anda. Betul bukan? So, have fun and enjoy the music. Sampai jumpa dilain kesempatan.

*(IHEAC : Indonesia High End Audio Club)

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here