kontak

IHEAC Talks yang merupakan acara sharing via zoom kerjasama IHEAC dengan WhatHiFi Indonesia, tanggal 8 Mei 2021 lalu mengambil tema Ruang Home Theater Sebagai Referensi Kerja.  Sebagian peserta sempat bertanya apa makna di balik judul ini. Maksud kami disini adalah, kami ingin mengangkat bahasan tentang sebuah ruang home theatre di Kawasan Rempoa Jakarta Selatan, yang bagi pemiliknya selain bisa untuk menonton, juga digunakan sebagai ruang referensi menguji film yang dibuatnya, apakah sudah sesuai dengan keinginannya.

Dengan fasilitas di ruang ini, dia bisa melakukan cross check file film untuk kemudian dia  edit lagi bila perlu. Jadilah ruang ini sebagai ruang untuk hiburan sekaligus untuk referensi. Sang pemilik, sebut saja R, bercerita kepada WhatHiFi, bagaimana suatu kali kedatangan seorang pemilik studio yang lalu mengatakan bahwa ruang ini bisa mewakili standar. Maka dia tak  ragu untuk membawa materi  film  untuk di cek disini.

R sebelumnya berharap ruangannya bisa punya spesifikasi sebagai berikut.

  • Layarnya harus besar bahkan bisa 1 tembok penuh (lalu dipilihlah layar sebesar 15 inch)
  • Format suaranya Dolby Atmos (terakhir dipilihlah konfigurasi 9.2.6 channel)
  • Memakai projector 4K yang juga sudah HDR.

Inilah  keinginan/ekspektasi yang lumayan tinggi. Bahkan dia inginkan bukan sekedar bioskop rumah, tetapi juga sekualitas cinema. Punya standar cinema tentunya.

“Kalau kita menonton, selain merasakan experiencenya tetapi juga bisa dipakai sebagai acuan dalam karya film yang dibuat, dimana kita bisa melihat dahulu plus minus filenya untuk kemudian dikoreksi”kata Ananto, yang berperan sebagai project manager ruang ini. Ananto kemudian menggandeng Handy Wijaya untuk berperan di keakustikan, dan Sie Kek Cung untuk mensetting perangkat.

6 speaker di ceiling untuk height channel Dolby Atmos

R adalah seorang sutradara film dan telah melahirkan banyak film, termasuk untuk yang diputar di Netflix. Dia pekerja film, Yang berangkat dari kesukaannya akan film, karena dulu sering bersama keluarga menonton film. Lalu dia merasa ingin bekerja  di bidang itu.

Masuklah dia kemudian di industri film. Awalnya memulai dari post production, seperti editing dan lain lain yang terkait paska produksi. Kebetulan ada kesempatan untuk masuk produksi lalu di bidang Produksi pembuatan film sebagai produser film. Tak heranlah bila dia butuh sebuah tempat representative untuk bisa melihat dengan benar, seperti apa hasil filmnya.

Ruangan ini bermanfaat baginya, tidak saja sekedar untuk menonton dan main game. Tetapi juga disini dia bisa mengerjakan film termasuk yang materinya akan dikirim ke Festival.  Dia render di komputer, dikeluarkan, dan ditonton di ruang ini, sambil mengecek, seperti   bagaimana resolusi warna dan suaranya. Dia anggap ruangan ini bisa digunakan sebagai standarnya, untuk referensi kerjanya. Maka ini jauh lebih bagus ketimbang umumnya  bioskop di Indonesia. Ini hebat.

Diruang ini dia bisa streaming langsung dari Netflix. Kualitasnya menurutnya bagus karena bisa mengeluarkan 4K Dolby vision, dengan suara Dolby Atmos.

Tantangan bagi Handi

Obrolan selama dua jam di IHEAC Talks ini berlangsung seru, dimana R juga berkenan hadir dan ikut memberi informasi tentang ruangannya juga sistemnya. Dan yang kami catat, ada yang menarik dikemukakan Handy Wijaya terkait dengan tantangan dalam menata keakustikan ruang ini.

Beberapa yang dikemukakan Handy adalah sebagai berikut.

  • Adanya kaca di sisi kanan ruang, yang oleh R ingin harus tetap ada
  • Tinggi ruangan terbatas di 3.5 meter. Ini cukup terbatas, juga harus mengakomodir layar 175 inci
  • Di sisi lain dia harus bela estetika ruangan
  • Masalah soundproof ruangan ini. Karena menghadapnya ke teras, maka ada resiko kebocoran suara dari atas rumah (letak ruang ini di lantai 2 rumah). Maka dia jaga agar suara hujan atau gangguan bising dari luar ruangan tidak masuk. Di sisi lain, jangan sampai menganggu tetangga.Soundproof ini juga mensiasati bagaimana frekuensi rendah tidak mengganggu ruang di bawahnya yang kebetulan adalah ruang keluarga. Maka dibuatlah konstruksi lantai yang floating
Saat ruangan tidak dipakai, tirai di sisi kanan pun dibuka. Adanya kaca di sisi kanan ini melahirkan tantangan tersendiri.
  • Masalah lain di ruang kecil adalah mode ruang. Mode ruang di frekuensi berapa saja yang bermasalah bisa menyebabkan tidak ratanya suara frekuensi bawah.Saat Handy menghitung mode ruang, didapatinyalah ada 3 frekuensi yang bermasalah yakni di 78 Hz, 62 Hz dan 43 Hz. Disini lalu dia membuat panel panel penyerap frekuensi bawah yang bekerjanya di frekuensi frekuensi tersebut.
  • Digunakanlah panel panel absorber yang bekerjanya bisa sebagai penyerap dan juga bisa menjadi diffuser untuk frekuensi tinggi.
  • Tantangan lain baginya adalah bagaimana semaksimal mungkin membuat sisi kiri dan kanan ruang simetrikal. Tujuannya, agar staging dan suara vokal tidak terganggu.
  • Tantangan lain adalah seperti terbatasnya ruang untuk menyimpan perangkat, sehingga benar benar perlu dihitung bagaimana menyimpan perangkat.

Sistem Ruang Home Theater R

1. 3 pcs MAG Audio
SCR-212A
2. 2 pcs MAG Audio
V- SUB
3. 6 pcs MAG Audio
SUR-82
4. 6 pcs Xcelsus
Audio XIC-820
5. 3 pcs MAG Audio
DC-3000
6. 3 pcs MAG Audio
DC-1200
7. 3 pcs MAF Audio
DC-600
8. 1 pc MS HD
Power
MS-1128MK-24K
9. 1 pc MS HD
Power
78K HDMI
Ultimate The One
V2
[11:46, 4/24/2021]  Projector
JVC DLA NX-9
Screen Severtson
DF169175HCNCMP
(Micro Perforated)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here