kontak

Kemudahan untuk bisa menikmati musik stereo dengan  speaker aktif, mungkin  sama mudahnya dengan bila kita ingin dengar musik dari sebuah integrated amplifier. Keduanya sama sama menawarkan sesuatu yang lebih praktis. Jika dia speaker, tinggal colokan saja ke listrik, sambungkan ke source musik,  selesai sudah. Untuk integrated amp, kita tinggal pilih source, hubungkan dia ke speaker, selesai sudah. Kepraktisan ini pun kami rasakan ketika menghubungkan speaker aktif AirPulse A100 ke CD player Vincent Audio CD S8. Tinggal menghubungkannya dengan kabel RCA Real Cable selesai. Kami bisa langsung memainkan Mighty Sam Mc Clain di album bluesnya

Redaksi mendapat kiriman speaker A100 ini dari distributor AirPulse di Indonesia, Intium Indonesia. Saat melakukan unboxing dan mengangkat kabinet dari dusnya, terasalah speaker sekecil ini cukup berat. Ternyata 11 kilogram. Kabinetnya terbuat dari MDF dengan finishing hitam piano. Terlihat manis dan punya kesan pandang menarik bila ditaruh di sebuah rak, kabinet atau meja. Kabinet ini telah dibalut dengan bahan penyerap suara  untuk mengurangi kolorasi.

Selain speaker, di dusnya ada satu  kotak tempat menyimpan remote, buku manual dan beberapa jenis kabel, RCA, optic, Balance. Ada pula sepasang sarung tangan dan kain pembersih serta sebuah busa/foam yang dikatakan berguna jika kita meletakkan speaker ini diatas meja sehingga speaker ini bisa mendongak agar tinggi atau level drivernya selevel dengan telinga kita, seperti yang banyak disarankan orang.

Karena aktif inilah dia mudah dimodali dengan aneka input layaknya sebuah amplifier  masa kini yang bahkan sudah dibuat wireless. Ada  Bluetooth, AUX, PC, USB dan kabel optik.Dia main di frekuensi respon mulai dari  52Hz hingga 40KHz dan mendukung playback audio resolusi tinggi (Hi-Res) dan mendapat sertifikasi resmi Hi-Res, yang diungkap di stiker depan kabinetnya.

Kita bisa saja menghubungkannya ke sebuah subwoofer jika memang ingin tampilan bass yang lebih deep dan lebih punchy lagi.

Ini adalah speaker karya desain Phil Jones yang merupakan pendiri merk speaker Inggris, Acoustic Energy. Jones mendisain A100 dengan mengambil tampilan dan karakter suara mirip dengan model flagshipnya Acoustic Energy, model 7001 – yang didesain sebagai speaker monitor near field.

Ampli dan driver

Speaker aktif ini dipersenjatai amplifier kelas D dengan sistem DSP (Digital Signal Processing) dan digerakkan oleh sebuah catu daya yang efisien. Chipsetnya bekerja di 96 Khz dengan respon frekuensi hingga di 40 Khz. Untuk mencegah adanya cross-talk antara dua port analognya, A100 memakai relay dan tidak memakai sakelar semikonduktor. Ada dua Amplifier kelas D(TAS5754)  dari Texas Instrument yang dikatakan punya distorsi dan background noise rendah. Inputnya bermain hingga di 192 khz. Ada pula SPDIF receiver PCM9211 juga dari Texas Instrument, yang mendukung sample rate input hingga di 216 kHz. Dengan jitter output yang sangat rendah, sinyal audio dikatakan dapat disalurkan ke prosesor XMOS dengan tanpa perlu kehilangan data.

A100 memakai sebuah woofer 5” dan sebuah tweeter ribbon aluminium horn-loaded. Dia dilengkapi juga dengan sasis aluminium untuk driver 5”-nya ini. Mid-woofer unit 5” dengan konus berbahan aluminium ini digantung dalam bingkai cor magnesium  yang sangat kaku dan berat. AirPulse (seperti ditulisnya di boks belakang), memakai  kabel high end asal Amerika Serikat, Transparent di internalnya.

Stereo RCA

Sejak kedatanganya, kami break in speaker ini dengan memutar terus rekaman pink noise lalu lagu lagu orchestra dari beberapa album lalu kami tinggalkan selama seharian penuh dengan memakai pemutar CD Vincent Audio CD S8 dan kabel RCA Real Cable.

Esoknya, begitu kami putarkan satu dua album dan terasa sudah lemas, barulah ke sesi mendengarkan dengan serius.  Kami putarkan Mighty Sam McClain, yang membawakan hitsnya, A Sound That’s Been Abused (album Blues Masters, Various Artist) yang direkam dalam format XRCD(Extended Resolution Compact Disc) 24 karya JVC Jepang. Begitu speaker dan player tersambung dengan RCA dan player aktif,  indikator Aux pun menyala di display kecil pada depan kabinet.

Dia akan beralih ke ikon Bluetooth begitu kami aktifkan Bluetooth Android (smartphone dan lain lain) atau iOS (iPhone). Ketika kami hubungkan dia dengan smartphone gamer ASUS Rogphone 5S via Bluetooth, ikon Bluetooth menyala begitu dia mendeteksi ROG di koneksi gadget kita tersebut. Dan kami pun jadi lebih puas saat setelah mendengar lagu selesai, main game dengan game game cepat di ASUS ini dengan suara heboh dari A100.

Kembali ke  Blues Masters, walau XRCD ini adalah rekaman berformat red book murni yang main di  16/44.1,   bagi sebagian penikmat, XRCD dikatakan kering dan punya potensi cepat membuat lelah telinga. Tetapi di kali ini, di ronde awal memang terasakan kaku akibat baru lepas landas dari periode break in-nya. Tetapi selepas itu, dia tampil cukup bobot dan kami rasakan dia punya nuansa imaging dengan variasi tonal yang cukup indah. Walau ini adalah track blues yang mendayu-dayu, tetapi Sam di vokal baritonnya  kaya dan tak terkesan mendayu. Dia berteriak,seakan berkeluh kesah, memaparkan kesedihan, rasa sakit dan kesepiannya dan akhirnya dia mengungkapkan perasaan “ Sorry”nya di akhir lagu. Ini  dialirkan dengan smooth saja oleh A100.

Dua album lagi kami cobakan saja, Der Perfekte Klang yang merupakan CD ramuan Sennheiser, lalu  Di album Dynamic Experience volume 1 dimana kami lahap hampir semua track yang ada dengan nuansa yang nyaris berbeda beda.

CD pertama memperlihatkan bagaimana kuatnya karakter A100 dalam merepro instrumen gitar, terompet dan piano. Tetapi tetap belum terasakan gerakan dinamisnya. Nuansa rekamannya kuyu dan memperlihatkan panggung yang sempit. Di Dynamic Experience, track pertama (Earth and Fire Orchestra, “Frames”) baru terasa dinamikanya, sampai kemudian kami lari ke track 6 (The Sheffield Drum Records,”Jim Keitner”) yang memperlihatkan keganasan permainan drum, tetapi tetap untuk ekspektasi kami terasa seperti di track 7 (Steve Ray Raughan,”Roughest Place”) yang lebih cepat daripada demo drum yang direpro lambat tadi, kurang attack dan kurang seram. Dimensinya terasa main dan juga dia bisa menampilkan detil.  Terasa di sisi tengah ini speed dan impactnya kurang.  Kami malah suka deengan track 7 yang tampil nge-blues. Disini kegarangannya A100 tidak malu malu lagi. Dia muncul garang tetapi tetap kami ingin lebih. Dan di track 8 (Hans Theesink, “Missing You”, justru lebih memperlihatkan kemampuannya untuk main transparan di vokal.

Yang menarik, speaker ini tak butuh waktu lama untuk melemaskan otot ototnya. Dia perlu sebentar saja untuk melemaskan diri. Dihajar dengan lagu dengan karakter berbeda beda, dia tidak mengesankan fatique, bahkan saat kami putar di level volume tinggi. Dia tetap terasa akrab.Walau dihajar denagn rekaman yang punya potensi melelahkan seperti di track akhirnya, track 9(Aquamarine, “My Blue Star”). Disini dia memperlihatkan kelenturannya begitu sebuah  drum di gebuk dengan disertai Pernik-pernik instrumen perkusi yang terasa detilnya.

Resolusi tinggi dari AK

Setelah dengan kabel, kini giliran dengan Bluetooth. Kami pakai pemutar portable hi res Astell & Kern SE100.Mengujicoba dengan file file resolusi tinggi, Ada Tennesee Waltz dari Alan Tayor, Kerontjong Moritsko (XRCD Bengawan Solo). Dia bermain dengan respons transien luar biasa dimana resolusi dan detil yang terdefinisi dengan baik.  Suara punya bobot, Dia menarik dalam memainkan rekaman usik dinamis secara realistis. Dinamika dalam musiklah yang memberinya emosi dan kegembiraan. Suaranya memang bukan suara high endnya hifi, tetapi lebih bagus dari rata rata speaker Bluetooth. Dalam beberapa lagu, untuk sebuah format digital, suaranya terkesan rilek dimana  Anda dapat duduk santai dan menikmati drama yang sedang disenandungkan.. Vokalnya empuk dan tegas, Kedalaman suara cukup baik dibawakan  oleh unit woofer dengan tidak berlebihan.

Menariknya kita bisa melakukan ekualisasi bass dan treble dengan memainkan sakelar putar di sekitar bagian belakang speaker(tidak via remote), yang tentu bisa berguna, apalagi jika kita perlu meletakkannya dekat dinding.  agak sulit jika Anda meletakkannya di dinding.

Selain untuk stereo, gaming, bisa untuk apalagi?  Yang jelas, dia bisa untuk speaker depan(front) sistem multichannel (bioskop rumah), atau untuk home theatre 2.1 channel okelah, dengan hanya menambahkan satu subwoofer yang terhubung ke koneksi di panel belakangnya. Ingat saja kembali, dia ada kontrol tone-nya untuk memberikan ekstra bass untuk menambah kesan pengalaman menonton.  Untuk karaoke, mudah sajalah, tinggal colokan mikrofon, dan unit ini disambung ke player/source.

Dia bisa anda jadikan speaker yang membuat smartTV anda bersuara lebih lantang dan jauh berdinamika dibandingkan suara TV. Katakanlah sebagai pengganti soundbar. Untuk anda yang suka menikmati musik dari laptop atau PC, dia bisa anda gunakan sebagai speaker desktop. Atau anda mainkan dengan sebuah streaming DAC.

Konstruksinya terasa kokoh untuk unit seharga ini, yang  memberikan kesan lebar, tetapi memiliki efek terlalu menekankan frekuensi tinggi dan menciptakan artefak.

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here