Rudi Gunawan punya pendapat sendiri saat acara webinar WHATHIFI Indonesia – Rumah Audio Indonesia (10/07/2021), “Menjodohkan Ampli dengan Speaker” dengan nara sumber Daniel Suroyo dan Anistardi Sudikan dari ANDA AUDIO. Webinar ini dimoderatori Asawendo Swissrianto dan Gatot Susetyo dengan komentator Jasin Handi.
Menurutnya Rudi, ada kesulitan sendiri bila ingin menjodohkan. Pertama, jika kita bicara amplifier, itu adalah benda linier(input diukur, output diukur, ada penguatan). Sedangkan speaker susah disebut sebagai benda linier, karena ada unsur mekanikalnya.
Maka, amplifier bila dipasangkan dengan speaker A suaranya tertentu. Bila diganti speaker B, suaranya beda. Jadi yang bikin ganti suara itu ya speakernya sebenarnya. Amplifiernya sebenarnya aman aman saja, karena penguatannya linier. Yang bicara hanyalah selera. Ampli A misalnya, suaranya lebih halus dan sopan, ampli B lebih galak dan dinamik. Tetapi begitu ganti speaker, ganti suara.
Bagaimana mematchingkan speaker dengan amplifier ?
Menurutnya, speaker itu punya spesifikasi. Begitu pun dengan amplifier. Bahasa ‘spesifikasi’ ini perlu ada untuk menentukan pemilihan amplifer yang pas untuk speaker. Kalau yang ini ini diluar selera.Ada yang suka suara tabung, ada yang suka solid state (yang ini sukar diperdebatkan). Tiap speaker punya kemampuan maksimal SPL, dan ini biasanya terkait erat dengan dimensi speakernya (diameter speakernya). Speaker berdiameter kecil, SPLnya lebih rendah dibanding yang diameter besar. Dari kemampuan SPL inilah kita bisa menentukan kenapa power speaker X, maksimum power handlingnya misalnya di 100 watt. Jadi penggunanya akan tahu seberapa tinggi SPL speakernya, begitupun dengan efisiensinya(berapa dB/w/m)nya. Dari sinilah dia bisa menentukan parameter sekian watt. Biasanya ini menentukan power maksimum musikalnya, dimana kadang kadang hanya ditulis dengan ungkapan : maximum power.
Tentang Batas Bawah Amplifier
Rudi menyinggung faktor batas bawah amplifier yang dibutuhkan oleh speaker. Apa yang dimaksud dngan Batas Bawah? Dalam sebuah spesifikasi, katakanlah misalnya tertulis angka 20 – 120 watt. Batas bawah itu sebenarnya adalah istilah untuk menggambarkan ringan atau tidak ringannya sebuah speaker untuk didrive. Ini kita bicara tentang speaker dynamic. Jika kita bicara driver dalam driver, speaker itu sebenarnya terbagi dua macam. Satu, speaker yang ringan untuk didrive. Dua, speaker yang berat untuk didrive. Apa yang menentukan ringan atau beratnya?
Menurutnya, kita bisa melihat dari sisi efisiensinya. Dalam artian, speaker itu punya voice coil. Speaker yang enteng jika kita buka, voice coilnya tipis, setipis rambut. Umumnya jenis speaker full range yang memakai voice coil seperti ini. Speaker yang efisiensinya tinggi bekerja dengan voice coil seperti ini. Semua lilitan voice coilnya ada di medan magnet. Rudi mengistilahkan speaker ini dengan istilah ‘ di’slentik’/sentil sedikit saja sudah jalan. “Barangnya mudah lari”katanya.
Ada speaker yang berat untuk didrive. Rata rata speaker sekarang ini fokusnya menurutnya lebih banyak mengejar di power handling. Kemampuan power handling yang tinggi itu memang kadang kadang menjual, sehingga mereka lebih mengarah kesana. Akibatnya voice coilnya dibikin lebih besar, supaya kemampuan gerak konusnya tinggi. Inilah yang menentukan batas bawah sebuah amplifier
Rudi di opini penutup pada bagian ini mengulang kembali bahwa ganti merk speaker berarti ganti suara. Amplifiernya aman aman saja karena penguatannya yang linier dan tak bermasalah. Disini selera yang berbicara, dimana amplifier A lebih galak dibanding amplifier B yang lebih sopan.